Perawatan Lanjutan di Rumah Pada Penderita Leukemia Anak
A. Pendahuluan
Leukemia merupakan jenis penyakit yang disebabkan adanya proliferasi patologis dari sel pembuat darah atau disebabkan adanya transformasi progenitor hematopoeitik namun bukan sebagai penyakit yang diturunkan. Tipe leukemia terdiri dari leukemia limfositik akut (LLA), leukemia mieloblastik akut (LMA), leukemia limfositik kronik (LLK), leukemia mielositik kronik (LMK), mielosis eritremik (ME), eritroleukemia dan retikulosis. LLA merupakan jenis penyakit keganasan yang paling sering dijumpai pada anak atau seperempat dari semua kasus keganasan pada anak dan LLA memiliki proporsi 75-85% dari semua kasus leukemia pada anak. Oleh karenanya, fokus tulisan ini lebih banyak membahas mengenai LLA.
LLA merupakan keganasan pada sel limfoid yang ditemukan di sumsum tulang namun dapat bermigrasi ke semua organ secara sistemik termasuk pada Sistem Syaraf Pusat (SSP). Gejala dan tanda leukemia mencerminkan derajat supresi eritropoiesis, trombopoiesis, leukopoiesis di sumsum tulang oleh sel leukemia dan penyebarannya di luar sumsung tulang dapat memberikan manifestasi anemia, gangguan perdarahan, trombosis, antikoagulasi, dan kerentanan terhadap infeksi. , , Gejala yang perlu diwaspadai dan sering ditemukan pada leukemia antara lain pucat, demam yang tidak jelas sebabnya, nyeri tulang dan pembengkakan perut. Menurut penelitian tahun 1993 di Jakarta menunjukkan bahwa insidensi leukemia anak adalah 27,6% tiap satu juta anak berusia 1-14 tahun, sedangkan di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta telah tercatat sejumlah 35% kasus LLA dan 13% kasus LMA dari penderita kanker anak dalam periode tahun 2000-2004.
LLA umumnya diderita oleh anak berumur 2-10 tahun dengan puncak insidensi pada usia 3-4 tahun, kemudian insidensinya menurun sesuai dengan perkembangan usia namun memiliki peluang untuk muncul kembali 30 tahun setelah pengobatan LLA. Insidensi LLA di Amerika Serikat lebih sering terjadi pada anak-anak kulit putih daripada kulit hitam, begitu juga pada anak laki-laki daripada anak perempuan. Sedangkan menurut penelitian di Inggris, insidensi LLA pada kelompok sosial ekonomi yang berbeda tidak memiliki perbedaan yang bermakna. Meskipun faktor-faktor genetik, lingkungan, virus, dan menurunnya imunitas terkait dengan patogenesis LLA, penyebab utama dari sebagian besar kasus masih belum diketahui secara pasti.
Menurut penelitian, anak dengan leukemia yang berusia lebih muda memiliki harapan hidup lebih tinggi 61-77% dibanding remaja berusia 20 tahun. Kurang lebih 80% penderita dengan LLA memiliki peluang hidup lebih lama setelah mendapatkan protokol pengobatan LLA meskipun 40–60% pada kelompok tersebut bergantung pada jenis protokol yang digunakan. Berdasarkan kewilayahan, penatalaksanaan pengobatan dan perawatan anak dengan LLA di negara-negara maju dapat meningkatkan angka kesembuhan (cure rate) sampai dengan 80%, sedangkan angka kesembuhan di negara-negara berkembang masih berkisar antara 10-48% karena pasien terlambat mendapatkan pengobatan yang adekuat atau justru tidak taat menyelesaikan protokol pengobatan. Penyebab utama hal tersebut adalah faktor latar belakang pendidikan dan tingkat ekonomi orangtua yang kurang serta sikap tim kesehatan terhadap penatalaksanaan LLA.
Pengobatan utama LLA adalah kemoterapi yang diberikan secara kombinasi dengan lama pengobatan dua tahun melalui beberapa fase, yaitu: fase induksi, konsolidasi, intensifikasi dan pemeliharaan. Monitor terhadap efek samping kemoterapi jangka pendek dan jangka panjang perlu dilakukan. Keberhasilan penatalaksanaan leukemia anak dalam memperpanjang umur harapan hidupnya perlu sangat dipengaruhi oleh penanganan yang komprehensif dengan upaya perawatan yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup anak. Keterlibatan berbagai pihak dapat memberikan arti bagi peningkatan kualitas hidup penderita LLA, antara lain: keterlibatan berbagai profesi kesehatan, orang tua, psikolog, organisasi social penunjang, faktor risiko, pengobatan penunjang, dan ketaatan pengobatan.
Salah satu komponen utama dalam penatalaksanaan leukemia anak adalah perawatan lanjutan (follow-up) penderita LLA. Makalah ini akan membahas perawatan lanjutan penderita LLA di rumah dengan menggunakan pendekatan model kualitas hidup penderita leukemia anak.
B. Model kualitas hidup penderita LLA
Model kualitas hidup penderita LLA dikembangkan dari pemikiran bahwa dengan semakin meningkatnya harapan hidup penderita LLA, petugas kesehatan tidak cukup hanya berfokus pada hasil dan efektivitas pengobatan saja namun perlu disuplementasikan intervensi perawatan yang komprehensif. Oleh karenanya, indikator-indikator dalam model kualitas hidup penderita LLA mencerminkan dampak penatalaksanaan penderita LLA. Model di atas terdiri dari empat ranah kualitas hidup anak penderita LLA, yaitu: (1) kesehatan fisik dan mengatasi manifestasi klinis (physical well-being and symptoms); (2) kesehatan psikologis (psychological well-being); (3) kesehatan sosial (social well-being); dan (4) kesehatan spiritual (spiritual well-being). Ranah-ranah tersebut sesuai dengan berbagai publikasi mengenai dimensi kualitas hidup penderita keganasan.
Intervensi asuhan keperawatan penderita leukemia anak di rumah menggunakan strategi untuk menurunkan dampak penyakit leukemia sebagai stresor dan meningkatkan resistensi klien sebagai kualitas hidupnya. Intervensi keperawatan diberikan untuk menjaga stabilitas klien, ketersediaan sumber energi sistem, dan dukungan terhadap klien untuk mencapai kualitas hidup yang optimal. Intervensi keperawatan terhadap penderita ALL dikategorikan menjadi dua jenis, yaitu prevensi sekunder dan prevensi tersier.
Prevensi sekunder bertujuan untuk melakukan penatalaksa-naan berbagai manifestasi leukemia (prompt treatment) dan mencegah/membatasi kecacatan (disability limitation). Penatalak-sanaan manifestasi leukemia, misalnya: penatalaksanaan nyeri nonfarmakologik; pencegahan cedera; penanganan perdarahan, anemia, gangguan hidrasi, perubahan nutrisi, nyeri, mukositis, infeksi sekunder, dan kedaruratan onkologik; penanganan respons terhadap tindakan kemoterapi; dan koping keluarga. Prevensi tersier bertujuan untuk upaya rehabilitasi, pendidikan kesehatan yang bersifat readaptasi, pendidikan kesehatan untuk mencegah komplikasi, dan memelihara stabilitas kesehatan anak.
C. Intervensi keperawatan penderita leukemia anak di rumah
Intervensi keperawatan penderita leukemia anak di rumah pada prinsipnya sama dengan penatalaksanaan perawatan akut.
1. Aspek kesehatan fisik dan mengatasi manifestasi klinis (physical well-being and symptoms)
a. Memantau respons anak terhadap pengobatan kemoterapi.
Beberapa teknik penatalaksanaan nyeri nonfarmakologik yang dikelompokkan menurut umur penderita leukemia, adalah :
Aspek spiritual sangat penting ditekankan agar anak dan keluarga dapat memahami dan memaknai bahwa di balik cobaan penyakit memiliki hikmah kehidupan yang Diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Keikhlasan menerima penyakit merupakan modal utama munculnya motivasi, harapan dan optimisme.
D. Penutup
Penyakit leukemia pada anak dimana LLA merupakan kasus terbanyak yang ditemui pada kasus kanker anak memiliki protokol pengobatan yang lama. Program pengobatan dan perawatan jangka panjang memerlukan kekuatan dan keberlanjutan berbagai sumber daya keluarga dan pendukungnya. Oleh karenanya, perawatan lanjutan di rumah pada penderita leukemia anak perlu memperhatikan aspek-aspek perawatan yang berorientasi pada peningkatan kualitas hidup anak.
Catatan:
Naskah lengkap dapat diklik di sini.
Leukemia merupakan jenis penyakit yang disebabkan adanya proliferasi patologis dari sel pembuat darah atau disebabkan adanya transformasi progenitor hematopoeitik namun bukan sebagai penyakit yang diturunkan. Tipe leukemia terdiri dari leukemia limfositik akut (LLA), leukemia mieloblastik akut (LMA), leukemia limfositik kronik (LLK), leukemia mielositik kronik (LMK), mielosis eritremik (ME), eritroleukemia dan retikulosis. LLA merupakan jenis penyakit keganasan yang paling sering dijumpai pada anak atau seperempat dari semua kasus keganasan pada anak dan LLA memiliki proporsi 75-85% dari semua kasus leukemia pada anak. Oleh karenanya, fokus tulisan ini lebih banyak membahas mengenai LLA.
LLA merupakan keganasan pada sel limfoid yang ditemukan di sumsum tulang namun dapat bermigrasi ke semua organ secara sistemik termasuk pada Sistem Syaraf Pusat (SSP). Gejala dan tanda leukemia mencerminkan derajat supresi eritropoiesis, trombopoiesis, leukopoiesis di sumsum tulang oleh sel leukemia dan penyebarannya di luar sumsung tulang dapat memberikan manifestasi anemia, gangguan perdarahan, trombosis, antikoagulasi, dan kerentanan terhadap infeksi. , , Gejala yang perlu diwaspadai dan sering ditemukan pada leukemia antara lain pucat, demam yang tidak jelas sebabnya, nyeri tulang dan pembengkakan perut. Menurut penelitian tahun 1993 di Jakarta menunjukkan bahwa insidensi leukemia anak adalah 27,6% tiap satu juta anak berusia 1-14 tahun, sedangkan di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta telah tercatat sejumlah 35% kasus LLA dan 13% kasus LMA dari penderita kanker anak dalam periode tahun 2000-2004.
LLA umumnya diderita oleh anak berumur 2-10 tahun dengan puncak insidensi pada usia 3-4 tahun, kemudian insidensinya menurun sesuai dengan perkembangan usia namun memiliki peluang untuk muncul kembali 30 tahun setelah pengobatan LLA. Insidensi LLA di Amerika Serikat lebih sering terjadi pada anak-anak kulit putih daripada kulit hitam, begitu juga pada anak laki-laki daripada anak perempuan. Sedangkan menurut penelitian di Inggris, insidensi LLA pada kelompok sosial ekonomi yang berbeda tidak memiliki perbedaan yang bermakna. Meskipun faktor-faktor genetik, lingkungan, virus, dan menurunnya imunitas terkait dengan patogenesis LLA, penyebab utama dari sebagian besar kasus masih belum diketahui secara pasti.
Menurut penelitian, anak dengan leukemia yang berusia lebih muda memiliki harapan hidup lebih tinggi 61-77% dibanding remaja berusia 20 tahun. Kurang lebih 80% penderita dengan LLA memiliki peluang hidup lebih lama setelah mendapatkan protokol pengobatan LLA meskipun 40–60% pada kelompok tersebut bergantung pada jenis protokol yang digunakan. Berdasarkan kewilayahan, penatalaksanaan pengobatan dan perawatan anak dengan LLA di negara-negara maju dapat meningkatkan angka kesembuhan (cure rate) sampai dengan 80%, sedangkan angka kesembuhan di negara-negara berkembang masih berkisar antara 10-48% karena pasien terlambat mendapatkan pengobatan yang adekuat atau justru tidak taat menyelesaikan protokol pengobatan. Penyebab utama hal tersebut adalah faktor latar belakang pendidikan dan tingkat ekonomi orangtua yang kurang serta sikap tim kesehatan terhadap penatalaksanaan LLA.
Pengobatan utama LLA adalah kemoterapi yang diberikan secara kombinasi dengan lama pengobatan dua tahun melalui beberapa fase, yaitu: fase induksi, konsolidasi, intensifikasi dan pemeliharaan. Monitor terhadap efek samping kemoterapi jangka pendek dan jangka panjang perlu dilakukan. Keberhasilan penatalaksanaan leukemia anak dalam memperpanjang umur harapan hidupnya perlu sangat dipengaruhi oleh penanganan yang komprehensif dengan upaya perawatan yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup anak. Keterlibatan berbagai pihak dapat memberikan arti bagi peningkatan kualitas hidup penderita LLA, antara lain: keterlibatan berbagai profesi kesehatan, orang tua, psikolog, organisasi social penunjang, faktor risiko, pengobatan penunjang, dan ketaatan pengobatan.
Salah satu komponen utama dalam penatalaksanaan leukemia anak adalah perawatan lanjutan (follow-up) penderita LLA. Makalah ini akan membahas perawatan lanjutan penderita LLA di rumah dengan menggunakan pendekatan model kualitas hidup penderita leukemia anak.
B. Model kualitas hidup penderita LLA
Model kualitas hidup penderita LLA dikembangkan dari pemikiran bahwa dengan semakin meningkatnya harapan hidup penderita LLA, petugas kesehatan tidak cukup hanya berfokus pada hasil dan efektivitas pengobatan saja namun perlu disuplementasikan intervensi perawatan yang komprehensif. Oleh karenanya, indikator-indikator dalam model kualitas hidup penderita LLA mencerminkan dampak penatalaksanaan penderita LLA. Model di atas terdiri dari empat ranah kualitas hidup anak penderita LLA, yaitu: (1) kesehatan fisik dan mengatasi manifestasi klinis (physical well-being and symptoms); (2) kesehatan psikologis (psychological well-being); (3) kesehatan sosial (social well-being); dan (4) kesehatan spiritual (spiritual well-being). Ranah-ranah tersebut sesuai dengan berbagai publikasi mengenai dimensi kualitas hidup penderita keganasan.
Intervensi asuhan keperawatan penderita leukemia anak di rumah menggunakan strategi untuk menurunkan dampak penyakit leukemia sebagai stresor dan meningkatkan resistensi klien sebagai kualitas hidupnya. Intervensi keperawatan diberikan untuk menjaga stabilitas klien, ketersediaan sumber energi sistem, dan dukungan terhadap klien untuk mencapai kualitas hidup yang optimal. Intervensi keperawatan terhadap penderita ALL dikategorikan menjadi dua jenis, yaitu prevensi sekunder dan prevensi tersier.
Prevensi sekunder bertujuan untuk melakukan penatalaksa-naan berbagai manifestasi leukemia (prompt treatment) dan mencegah/membatasi kecacatan (disability limitation). Penatalak-sanaan manifestasi leukemia, misalnya: penatalaksanaan nyeri nonfarmakologik; pencegahan cedera; penanganan perdarahan, anemia, gangguan hidrasi, perubahan nutrisi, nyeri, mukositis, infeksi sekunder, dan kedaruratan onkologik; penanganan respons terhadap tindakan kemoterapi; dan koping keluarga. Prevensi tersier bertujuan untuk upaya rehabilitasi, pendidikan kesehatan yang bersifat readaptasi, pendidikan kesehatan untuk mencegah komplikasi, dan memelihara stabilitas kesehatan anak.
C. Intervensi keperawatan penderita leukemia anak di rumah
Intervensi keperawatan penderita leukemia anak di rumah pada prinsipnya sama dengan penatalaksanaan perawatan akut.
1. Aspek kesehatan fisik dan mengatasi manifestasi klinis (physical well-being and symptoms)
a. Memantau respons anak terhadap pengobatan kemoterapi.
- Diare. Berikan cairan per oral. Lakukan perawatan kulit pada bokong dan daerah perineum. Pantau efektivitas obat antidiare. Hindari makanan dan buah-buahan tinggi-selulose Beri makan sedikit tapi sering; jika mungkin beri makanan yang disukai anak. Kurangi atau jangan berikan daging.
- Anoreksia. Observasi adanya tanda-tanda kekurangan cairan (dehidrasi). Beri makan sedikit tapi sering yang berupa makanan lunak kaya zat gizi dan kalori. Dianjurkan makan makanan yang disukai atau dapat diterima walaupun tidak lapar. Hindari minum sebelum makan. Tekankan pada anak bahwa makan adalah bagian penting dalam program pengobatan.
- Mulut kering. Makanan atau minuman diberikan dengan suhu dingin. Bentuk makanan cair. Kunyah permen karet atau hard candy.
- Mual dan muntah. Beri makanan kering. Hindari makanan yang berbau merangsang. Hindari makanan lemak tinggi. Makan dan minum perlahan-lahan. Hindari makanan atau minuman terlalu manis. Batasi cairan pada saat makan. Tidak tiduran setelah makan.
- Retensi cairan. Pantau asupan dan keluaran cairan. Timbang berat badan harian. Bila ada anak sesak nafas (gawat pernapasan) segera dibawa ke rumah sakit. Ubah posisi tidur anak sesering mungkin.
- Hiperuremia. Pantau asupan dan keluaran. Anjurkan anak untuk banyak minum. Lakukan perawatan kulit anak agar rasa gatal berkurang.
- Demam dan menggigil. Catat frekuensi gejala. Berikan rasa nyaman dengan memberinya selimut dan mandi hangat-hangat kuku (tepid sponge).
- Sariawan (stomatitis dan ulkus mulut). Berikan rasa nyaman dengan sering berkumur, memakai cairan pencuci mulut, dan permen yang keras.
- Rambut rontok (alopesia). Persiapkan anak dan keluarga untuk menghadapi kerontokan rambut. Yakinkan hati anak dan keluarga bahwa kerontokan rambut tersebut hanya sementara. Siapkan anak dan keluarga tentang tumbuhnya rambut baru yang berbeda warna dan tekstur dari rambutnya semula. Gunakan syal, topi, atau wig sebelum rambut mulai rontok sebagai usaha untuk mengalihkan perhatian. Sering keramas untuk mencegah cradle cap. Cegah penggunaan bahan kimia rambut, seperti larutan pengkriting rambut yang permanen, ketika rambut tumbuh kembali. Bantu anak memilih pakaian yang dapat meningkatkan aspek positif penampilan anak.
- Waspadai bahwa demam dan batuk adalah tanda yang terpenting dari infeksi. Lebih banyak pasien yang meninggal karena infeksi daripada karena penyakitnya.
- Buatkan kamar protektif yang semi steril mendekati ruangan isolasi di rumah sakit.
- Minta anak memakai masker bila keluar rumah atau bersama orang lain terutama bila sedang menderita neutropenik berat (leukosit kurang dari 1000/mm3).
- Cuci tangan dengan alkohol 80%. Gunakan semprotan alkohol untuk cuci tangan sebelum dan sesudah memegang anak.
- Kurangi kontak dengan orang lain. Pada saat agranulositosis (jumlah total neutrofil <>
- Perawatan gigi dan mulut harus dikerjakan setiap hari. Setiap habis makan dan terutama kalau mau tidur harus dilakukan sikat gigi (dengan sikat gigi yang harus), kumur betadin dan kumur antijamur.
- Setiap hari diwajibkan memeriksa kulit secara menyeluruh dari ujung rambut kepala sampai ujung kaki. Daerah kemaluan juga harus diperhatikan, daerah tersebut sering terabaikan dan justru di daerah itu pula sering muncul infeksi kulit.
- Makanan hygienis.
- Jaga kebersihan diri anak termasuk kuku yang bersih.
- Somnolens radiasi: Dimulai 6 minggu setelah menerima radiasi kraniospinal, anak menunjukkan keletihan berat dan anoreksia selama kira-kira 1 sampai 3 minggu. Orang tua sering kali merasa khawatir tentang terjadinya kambuhan pada saat ini dan perlu untuk diyakinkan.
- Gejala SSP: Sakit kepala, penglihatan kabur atau ganda, muntah. Gejala-gejala tersebut dapat mengindikasikan keterlibatan SSP dalam leukemia.
- Gejala pernapasan: Batuk dan sesak nafas. Gejala tersebut mengindikasikan adanya pneumosistitis atau infeksi pernapasan lainnya.
- Pantau adanya tanda dan gejala perdarahan.
- Periksa adanya memar dan kemerahan pada kulit.
- Periksa adanya mimisan dan gusi berdarah.
- Jaga agar kuku tetap pendek.
- Hindari penumpuan beban pada alat gerak yang sakit
- Hindari kecelakaan dan cedera. Pastikan lingkungan ruangan termasuk barang-barang yang ada di ruangan agar benar-benar aman dan tidak berisiko mencederai anak.
- Anjurkan aktivitas bermain yang tenang.
- Tujuan diit. Memberikan makanan yang seimbang sesuai dengan keadaan penyakit serta daya terima anak. Mencegah atau menghambat penurunan berat badan secara berlebihan. Mengurangi rasa mual, muntah, dan diare. Mengupayakan perubahan sikap dan perilaku sehat terhadap makanan oleh pasien dan keluarganya.
- Syarat-syarat diet di rumah. Energi tinggi, yaitu 36 kkal/kg BB untuk laki-laki dan 32 kkal/kg BB untuk perempuan. Apabila pasien berada dalam keadaan gizi kurang, maka kebutuhan energi menjadi 40 kkal/kg BB untuk laki-laki dan 36 kkal/kg BB untuk perempuan. Protein tinggi, yaitu 1-1,5 g/kg BB. Lemak sedang, yaitu 15-20% dari kebutuhan energi total. Karbohidrat cukup, yaitu sisa dari kebutuhan energi total. Vitamin dan mineral cukup, terutama vitamin A, B kompleks, C dan E. Bila perlu ditambah dalam bentuk suplemen. Bila imunitas menurun (leukosit <>
- Jenis makanan atau diet yang diberikan hendaknya memperhatikan nafsu makan, perubahan indra kecap, rasa cepat kenyang, mual, penurunan berat badan, dan akibat pengobatan.
- Hindari makanan atau minuman yang merangsang batuk, misalnya makanan berminyak, makanan asam, pewarna makanan, MSG.
- Sesuai dengan keadaan pasien, makanan dapat diberikan dalam bentuk makanan padat, makanan cair, atau kombinasi. Untuk makanan padat dapat berbentuk makanan biasa, makanan lunak, atau makanan lumat.
- Apabila terdapat kesulitan mengunyah atau menelan. Minum dengan menggunakan sedotan. Makanan atau minuman diberikan dengan suhu kamar atau dingin. Bentuk makanan disaring atau cair. Hindari makanan terlalu asam atau asin.
Beberapa teknik penatalaksanaan nyeri nonfarmakologik yang dikelompokkan menurut umur penderita leukemia, adalah :
- Toddler (anak di bawah umur tiga tahun). Teknik penatalaksanaan nyeri nonfarmakologik pada toddler, antara lain: mainan, buku cerita bergambar, musik, pernafasan terkontrol – meniup air sabun, dan stimulasi kutan: usapan, pemijatan.
- Anak usia prasekolah (3-4 tahun). Teknik penatalaksanaan nyeri nonfarmakologik pada anak usia prasekolah, antara lain: mainan, buku cerita bergambar, mencari gambar tersamar, mendengarkan musik atau dongeng melalui headset, menonton video, imajinasi emotif-menggunakan super-hero favorit anak untuk “melawan” nyeri, pernafasan terkontrol, stimulasi kutan, dan latihan perilaku – menjadi akrab dengan prosedur melalui bermain.
- Anak usia sekolah (5-12 tahun). Teknik penatalaksanaan nyeri nonfarmakologik pada anak usia sekolah, antara lain: imajiner, mendengarkan musik atau dongeng melalui headset, menonton video, bermain play-station atau video-games, pernafasan terkontrol, stimulasi kutan, dan latihan perilaku.
- Hindari sikat gigi yang berbulu keras.
- Hindari makanan keras yang harus dikunyah berlebihan
- Hindari makanan yang asam dan pedas.
- Hindari makanan yang masih panas h. Berikan cukup istirahat dan tidur
- Berikan pendidikan kesehatan mengenai leukemia terutama prognosis penyakit kepada keluarga untuk mengurangi kecemasan dan depresi.
- Berikan pendidikan kesehatan kepada anak bahwa prosedur pengobatan sangat penting bagi peningkatan kesehatan anak. Hal ini untuk mengurangi stres terhadap prosedur pengobatan.
- Anjurkan anak dan keluarga untuk mengungkapkan perasaan mereka. Anak dan keluarganya perlu untuk menyesuaikan hidup dengan berbagai fase penyakit yang mengancam hidup.
- Bantu anak dan keluarga melakukan koping positif. Reaksi anak sebagian besar bergantung pada usianya, informasi yang diberikan kepada anak, dan dampak fisik penyakit.
- Berikan fasilitas permainan yang menghibur namun aman.
- Beri penyuluhan kepada anak dan keluarga mengenai penatalaksanaan penyakit dan pengobatan termasuk konsekuensi jangka panjang baik rencana perawatan dan finansial keluarga. Dampak jangka panjang kanker masa kanak-kanak: 1) Katarak. Rujuk anak ke spesialis mata dan persiapkan untuk kemungkinan operasi katarak. 2) Hilang pendengaran. Rujuk anak ke dokter THT dan ahli terapi wicara; persiapkan untuk kemungkinan penggunaan alas pendengaran. 3) Fibrosis pulmonal. Anjurkan anak mendapat vaksin flu dan perawatan segera untuk infeksi pernapasan; anjurkan orang tua untuk menghentikan merokok. 4) Kardiorniopati, kerusakan perikardium, aterosklerosis dini, dan aritmia ventrikular. Rujuk anak ke spesialis jantung. 5) Enteritis dan sirosis kronis. Rujuk anak ke ahli nutrisi, mungkin diperlukan modifikasi diet 6) Nefritisisistitis kronis. Rujuk anak ke spesialis penyakit dalam (nefrolog), pertahankan hidrasi, dan persiapkan anak untuk kemungkinan dialisis. 7) Skoliosis/kifosis, wajah asimetris, atau masalah pada gigi. Rujuk anak pada pelayanan rehabilitasi dan dokter gigi; anjurkan perawatan oral yang tepat; beritahu anak untuk menghindari permainan atau olahraga yang berat. 8) Imunosupresi yang memanjang. Anjurkan tindakan pengendalian infeksi, beri antibiotik profilaksis, periksa laboratorium untuk cek hitung darah, dan amati tanda-tanda infeksi. 9) Disfungsi testis atau ovarium. Rujuk anak ke spesialis endokrin. Diskusikan terapi hormon pengganti. 10) Hipotiroidisme atau disfungsi hipotalamus. Rujuk anak ke spesialis endokrin dan persiapkan anak menghadapi postur tubuhnya yang pendek. 11) Gangguan sistem saraf pusat, antara lain leukoensefalopati, neuropati perifer, dan defek kognitif. Pantau perkembangan dan kolaborasi dengan staf sekolah dan keluarga untuk membantu anak melakukan kemampuan yang optimal. 12) Keganasan sekunder. Anjurkan keluarga berpartisipasi dalam perawatan tindak lanjut yang sedang berjalan untuk memantau kemungkinan keganasan sekunder.
- Beri pendidikan kesehatan pada orang tua secara rinci mengenai aspek-aspek penatalaksanaan medis untuk memantapkan ketaatan orangtua dan anak, yaitu: 1) Proses penyakit -- tanda, gejala, komplikasi, dan aturan pengobatan. 2) Pemberian obat -- respons terapeutik terhadap pengobatan, reaksi terhadap pengobatan yang tidak diinginkan. 3) Prosedur pengobatan—langkah-langkah prosedur dan jadwalnya 4) Aktivitas-aktivitas yang dilarang 5) Kebutuhan alat -- perawatan dan pemeliharaan, nomor telepon kantor yang menjual kebutuyhan alat 6) Nama dan nomor telepon kontak untuk pemeriksaan lanjut (misalnya: rumah sakit, klinik, dokter, perawat)
- Minta orang tua untuk mengidentifikasi gejala yang menandakan penurunan kondisi dan yang perlu dilaporkan kepada dokter.
- Berikan informasi pada anak dan keluarga tentang dukungan sosial kemasyarakatan bagi perawatan jangka-panjang. 1) Dukungan pihak sekolah 2) Kelompok orang tua dengan permasalahan yang sama. Orangtua membutuhkan teman senasib sepenanggungan dalam satu wadah organisasi. Sehingga, para orangtua merasa mendapat dukungan, tidak sendirian, bisa curhat maupun berbagi ilmu/tips dalam membesarkan buah hati mereka. Tidak sedikit yang mengakui, dengan ikut komunitas seperti ini, orangtua tambah pintar dan semakin peduli. Kondisi anak-anak mereka pun mengalami kemajuan hingga memberi harapan untuk bisa lebih baik dan lebih baik lagi. Organisasi yang berkaitan dengan kanker anak, yaitu: a) Yayasan Onkologi Anak Indonesia. Sekretariat: RS Kanker Dharmais Lt. 1. Jl. Letjen S. Parman Kav 84-86, Slipi, Jakarta Barat. Telp. (021) 5681612/5681570 ext 2030 Fax. (021) 5681612. Email: yoai_sekretariat@yahoo.com b) Yayasan Kanker Indonesia. Sekretariat: Jl. DR. Sam Ratulangi 35 Jakarta 10350. Telp.: (021) 3152606, 3152603, 3920568 - Fax : (021) 3108170. E-mail : ykipusat@rad.net.id
- Pantau adanya gangguan dalam fungsi dan peran keluarga. 1) Dasari semua intervensi pada latar belakang budaya, agama, tingkat pendidikan, dan sosial ekonomi keluarga. 2) Libatkan dukungan sosial anggota keluarga lain dalam program pengobatan dan perawatan anak 3) Tingkatkan keutuhan keluarga agar dapat memberikan lingkungan psikologis yang positif bagi anak.
- Fasilitasi ketaatan keluarga dalam penatalaksanaan jangka panjang selama kunjungan pemeriksaan lanjut. Tanyakan berbagai factor pendukung ketaatan pengobatan, misalnya: ketersediaan alat transportasi, sumber-sumber financial keluarga, tingkat motivasi.
- Cegah adanya isolasi sosial bagi anak. Tingkatkan peran peer-group sebagai sumber pemdukung sosial.
Aspek spiritual sangat penting ditekankan agar anak dan keluarga dapat memahami dan memaknai bahwa di balik cobaan penyakit memiliki hikmah kehidupan yang Diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Keikhlasan menerima penyakit merupakan modal utama munculnya motivasi, harapan dan optimisme.
D. Penutup
Penyakit leukemia pada anak dimana LLA merupakan kasus terbanyak yang ditemui pada kasus kanker anak memiliki protokol pengobatan yang lama. Program pengobatan dan perawatan jangka panjang memerlukan kekuatan dan keberlanjutan berbagai sumber daya keluarga dan pendukungnya. Oleh karenanya, perawatan lanjutan di rumah pada penderita leukemia anak perlu memperhatikan aspek-aspek perawatan yang berorientasi pada peningkatan kualitas hidup anak.
Catatan:
Naskah lengkap dapat diklik di sini.
0 Comments:
Post a Comment
<< Home